Rabu, 16 Juli 2014

Perilaku Sosial dan Faktor Pembentuk Perilaku Sosial

Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam relasi interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.
Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respon antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain (Baron & Byrne, 1991). Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerjasama, ada orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara itu, ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri.
Buhler (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan tahapan dan ciri-ciri perkembangan perilaku sosial individu dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tahap
Ciri-ciri
Kanak-kanak awal (0 - 3)
Subyektif
Segala sesuatu dilihat berdasarkan pandangan sendiri
Kritis I (3 - 4)
Trozt Alter
Pembantah, keras kepala
Kanak-kanak akhir (4 – 6)
Subyektif – Obyektif
Mulai bias menyesuaikan diri dengan aturan
Anak sekolah (6 - 12)
Obyektif
Membandingkan dengan aturan-aturan
Kritis II (12 - 13)
Pre Puber
Perilaku coba-coba, serba salah, ingin diuji
Remaja awal (13 - 16)
Subyektif – Obyektif
Mulai menyadari adanya kenyataan yang berbeda dengan sudut pandangnya
Remaja akhir (16 - 18)
Obyektif
Berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemampuan dirinya.

Faktor-Faktor Pembentuk Perilaku Sosial
Perilaku pada individu itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh seseorang baik eksternal maupun internal. Namun berdasarkan temuan para ahli psikologi sosial perilaku seseorang banyak disebabkan oleh pengaruh eksternal.
Meskipun perilaku dipengaruhi oleh stimulus dari luar, sesungguhnya dalam diri seseorang ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Hubungan stimulus dan respons tidak berlangsung secara otomatis, tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan perilakunya.
Baron dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu:
1.      Perilaku dan karakteristik orang lain
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek ini, guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa.
2.      Proses kognitif
Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya seorang calon pelatih yang terus berpikir agar kelak di kemudian hari menjadi pelatih yang baik, menjadi idola bagi atletnya dan orang lain akan terus berupaya dan berproses mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya.
3.      Faktor lingkungan
Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalam bertutur kata.
4.      Latar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial terjadi
Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah saling menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak.


Sikap Sosial

Thurstone (1957) dalam Walgito (2003) memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Thurstone belum mengkaitkan sikap dengan perilaku. Rokeach (1968) dalam Walgito (2003) memberikan pengertian bahwa sikap telah mengandung komponen kognitif dan konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespons, untuk berperilaku. Ini berarti sikap berkaitan dengan perilaku.
Menurut Gerungan (2004) attitude (sikap) dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek itu. Jadi, attitude bisa diterjemahkan dengan dengan tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude senantiasa terarahkan kepada sesuatu hal, suatu objek. Tidak ada attitude tanpa ada objeknya.
Dari beberapa pendapat diatas Walgito (2004) menyimpulkan bahwa sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.
Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun sikap perasaan tertentu, tetapi sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Gerungan (2004) menulis bahwa attitude dalam kehidupan manusia berperan besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan tingkah lakunya terhadap objek-objek attitude-nya. Adanya attitude-attitude menyebabkan bahwa manusia akan bertindak secara khas terhadap objeknya.
Sikap dibedakan menjadi sikap individual dan sikap sosial. Sikap individu dimiliki oleh orang seorang berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial. Sikap sosial terbentuk berkaitan dengan situasi rangsangan yang bersifat sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya tingkah laku yang khas dan berulang-ulang terhadap objek sosial, dan karenanya maka sikap sosial turut merupakan suatu faktor penggerak dalam pribadi individu untuk bertingkah laku secara tertentu sehingga sikap sosial dan sikap pada umumnya mempunyai sifat-sifat dinamis yang merupakan salah satu penggerak internal di dalam pribadi orang yang mendorongnya berbuat sesuatu dengan cara tertentu (Gerungan, 2004).

Sikap dan Perilaku
Krech dan Crutchfield (1954) dalam Walgito (2003) mengatakan bahwa perilaku seseorang akan dilatarbelakangi oleh sikap yang ada pada orang yang bersangkutan. Namun pendapat ini bertolak belakang dengan pandangan La Piere. La Piere (1987) dalam Walgito (2003) mengatakan bahwa perilaku akan lepas dari sikap seseorang. Pandangan La Piere ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leon Festinger pada tahun 1964 (Walgito, 2003, hlm.124).

Myers (1983) dalam Walgito (2003) menyatakan bahwa pendapat Festinger merupakan antitesa terhadap tesa, yaitu pendapat bahwa adanya kaitan antara sikap dan perilaku. Hegel dalam Walgito (2003) mengatakan bahwa adanya tesa, antitesa, maka ada pula sintesanya dan ini dilakukan oleh Myers. Myers (1983) dalam Walgito (2003) berpendapat bahwa perilaku itu merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian pula sikap yang diekspresikan (expressed attitudes) juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan (expressed attitudes) adalah merupakan perilaku. Orang susah mengukur sikap secara langsung, maka yang diukur adalah sikap yang menampak, yang disebut perilaku. Oleh karena itu jelas bahwa sikap mempuyai kaitan dengan perilaku. Perilaku dan sikap saling berinteraksi, saling memengaruhi.

Kamis, 03 Juli 2014

Statistik Parametrik dan Non Parametrik (pendahuluan)


By: M.A.Yulianto. *)

Secara umum statistik dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mendapatkan informasi dari data. Secara lebih detail, arti statistik dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
  1. Statistik diartikan sebagai pelaporan sekumpulan data, misalnya statistik sepakbola, statistik  penduduk dan sebagainya.
  2. Statistik adalah kuantitas yang dihitung dari sekumpulan data, contohnya: proporsi, rata-rata dan sebagainya..
  3. Statistik juga diartikan sebagai suatu disiplin ilmu dan seni dalam membuat inferensia dari suatu spesifik unit untuk sesuatu yang general.
 Data adalah sesuatu yang dianggap dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan.  Data dianggap sebagai sesuatu yang belum tentu benar, namun dalam prakteknya anggapan atau asumsi sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, misalnya karena pemerintah menganggap persediaan stok beras cukup karena data produksi padi menunjukan adanya peningkatan, maka diputuskan tidak mengimpor beras. Oleh karena suatu anggapan atau asumsi itu belum tentu benar, maka apabila digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan, keputusan itu masih bisa keliru atau salah. Maka dari itu secara statistik anggapan yang merupakan hipotesis harus diuji terlebih dahulu.

                Bicara statistik berarti bicara sampel. Sampel adalah bagian anggota populasi yang dijadikan objek penelitian.  Populasi adalah sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Kegiatan untuk meneliti semua objek (populasi) disebut kegiatan sensus, contoh: sensus penduduk, sensus pertanian, dsb.  Kegiatan meneliti sebagian populasi yang menjadi objek terpilih disebut survei.  Ukuran deskriptif dari sebuah populasi adalah parameter, sedangkan ukuran deskriptif dari sebuah sampel adalah statistik.  Jadi populasi mempunyai parameter sedangkan sampel mempunyai statistik.  Data hasil sensus dapat dianalisis dengan cara deskriptif. Data hasil survei dapat dianalisis dengan cara deskriptif dan inferensia. Inferensiaadalah suatu bentuk pengambilan keputusan di mana termasuk didalamnya  pernyataan, penjelasan, perbandingan, estimasi, proyeksi, dsb.

                Metode statistik dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu statistik parametrik dan statistik nonparametrik.  Pengujian parametrik merupakan cara menguji hipotesis yang didasarkan pada beberapa asumsi:
  1. observasi sampel harus dipilih dari populasi yang dianggap memiliki distribusi normal.
  2. dalam kasus pengujian beda 2 parameter atau lebih,  populasi-populasi tersebut bukan saja dianggap memiliki distribusi normal tetapi juga memiliki varians yang sama (asumsi homoskedastisitas).
                Keabsahan asumsi tersebut menentukan sejauhmana hasil uji parametrik tersebut berarti atau tidak.  Sedangkan metode nonparametrik tidak pernah merumuskan asumsi mengenai populasi darimana sampelnya dipilih.  Metode statistik yang digunakan pada statistik nonparametrik adalah yang berhubungan dengan data yang berbentuk ranking atau data kualitatif (skala nominal atau ordinal) atau data kuantitatif yang tidak berdistribusi normal.  Oleh karena itu statistik nonparametrik seringkali disebut dengan statistik bebas distribusi. Pada statistik nonparametrik, kita akan menguji karakteristik populasi tanpa menggunakan spesifik parameter.  Oleh karena itu statistik uji ini disebut dengan statistik nonparametrik yaitu akan menguji apakah lokasi populasi berbeda dari pada menguji apakah rata-rata populasi berbeda.

                Perlu disadari bahwa uji nonparametrik selayaknya tidak digunakan apabila uji parametrik dapat diterapkan, karena tingkat keampuhan uji nonparametrik lebih rendah dari pada uji parametrik. Namun anda sebagai pengambil keputusan atau peneliti jangan salah menafsirkan bahwa derajat kegunaan metode statistik nonparametrik dibawah metode statistik parametrik.  Tentu saja tidak demikian, masing-masing metode dibuat dengan spesifikasi khusus sesuai dengan macam data yang digunakan.  Peningkatan keampuhan uji nonparametrik harus dengan memperbesar sampel.  Namun seperti kita ketahui memperbesar sampel berarti akan menambah biaya, waktu, dll.

                Penjelasan mengenai apa dan bagaimana menggunakan metode-metode statistik parametrik maupun nonparametrik akan dijelaskan pada sesi tulisan yang lain. Selamat menikmati statistik.


Tambahan Catatan:

Apa itu Statistik Non Parametrik?
Ø  Metode statistik yang berhubungan dengan data yang berbentuk ranking atau data kualitatif (skala nominal atau ordinal) atau data kualitatif (skala interval dan rasio) yang tidak berdistribusi normal.
Ø  Sering disebut “statistik bebas distribusi” atau “distribution free statistic”.
Ø  Karakter populasi diuji tanpa menggunakan spesifik parameter.
Ø  Menambah sampel dapat meningkatkan keampuhan uji Non Parametrik.