Sebagai
makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya
senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan
relasi interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan berbagai
aktivitas tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata
atau justru melalui proses pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu
dalam relasi interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.
Menurut
Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982), perilaku sosial seseorang itu tampak
dalam pola respon antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar
pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang
lain (Baron & Byrne, 1991). Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan,
tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain.
Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain
dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerjasama, ada
orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan
bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara itu, ada orang yang bermalas-malasan,
tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri.
Buhler
(Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan tahapan dan ciri-ciri perkembangan
perilaku sosial individu dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tahap
|
Ciri-ciri
|
Kanak-kanak awal (0 - 3)
Subyektif
|
Segala sesuatu dilihat
berdasarkan pandangan sendiri
|
Kritis I (3 - 4)
Trozt Alter
|
Pembantah, keras kepala
|
Kanak-kanak akhir (4 – 6)
Subyektif – Obyektif
|
Mulai bias menyesuaikan diri
dengan aturan
|
Anak sekolah (6 - 12)
Obyektif
|
Membandingkan dengan
aturan-aturan
|
Kritis II (12 - 13)
Pre Puber
|
Perilaku coba-coba, serba salah,
ingin diuji
|
Remaja awal (13 - 16)
Subyektif – Obyektif
|
Mulai menyadari adanya kenyataan
yang berbeda dengan sudut pandangnya
|
Remaja akhir (16 - 18)
Obyektif
|
Berperilaku sesuai dengan
tuntutan masyarakat dan kemampuan dirinya.
|
Faktor-Faktor Pembentuk Perilaku
Sosial
Perilaku
pada individu itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari
stimulus yang diterima oleh seseorang baik eksternal maupun internal. Namun
berdasarkan temuan para ahli psikologi sosial perilaku seseorang banyak
disebabkan oleh pengaruh eksternal.
Meskipun
perilaku dipengaruhi oleh stimulus dari luar, sesungguhnya dalam diri seseorang
ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Hubungan stimulus dan
respons tidak berlangsung secara otomatis, tetapi individu mengambil peranan
dalam menentukan perilakunya.
Baron
dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk perilaku
sosial seseorang, yaitu:
1. Perilaku
dan karakteristik orang lain
Jika seseorang lebih
sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun, ada
kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang
berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul
dengan orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku
seperti itu. Pada aspek ini, guru memegang peranan penting sebagai sosok yang
akan dapat mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa.
2. Proses
kognitif
Ingatan dan pikiran
yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran
sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya seorang
calon pelatih yang terus berpikir agar kelak di kemudian hari menjadi pelatih
yang baik, menjadi idola bagi atletnya dan orang lain akan terus berupaya dan
berproses mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya.
3. Faktor
lingkungan
Lingkungan alam terkadang
dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Misalnya orang yang berasal dari
daerah pantai atau pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku
sosialnya seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang
terbiasa lembut dan halus dalam bertutur kata.
4. Latar
budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial terjadi
Misalnya, seseorang yang berasal
dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika
berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda.
Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah saling
menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak.