Minggu, 30 Maret 2014

Aplikasi R

Terdapat banyak software tools untuk keperluan analisis statistik. Ada yang bersifat ‘closed’, artinya user hanya bisa mengoperasikan menu-menu yang tersedia. Misalnya SPSS dan STATISTICA.  Ada pula yang bersifat ‘open’ yang memungkinkan user untuk memprogram urutan  analisis statistic sesuai keinginan.  Contoh aplikasi ‘open’ adalah MATLAB dan R. Aplikasi R (Sostware R) adalah salah satu aplikasi yang biasa digunakan unuk analisis data statistik. berikut adalah kelebihan dan kekurangan aplikasi R.

Kelebihan aplikasi R pada dasarnya adalah :
1)    Efektif dalam pengelolaan data dan fasilitas penyimpanan. Ukuran file yang disimpan jauh lebih kecil dibanding software lainnya.
2)   operator perhitungan array lengkap,
3)   koleksi tools statistic lengkap yang terintegrasi untuk analisis data, diantaranya, mulai statistik deskriptif, fungsi probabilitas, berbagai macam uji statistic (parametrik maupun non parametric), hingga time series.
4)   tampilan grafik yang menarik dan fleksibel serta dapat disesuaikan
5)   dapat dikembangkan sesuai keperluan dan kebutuhan dan sifatnya yang terbuka, setiap orang dapat menambahkan fitur-fitur tambahan dalam bentuk paket ke dalam software R
6)   R bersifat multiplatform, yakni dapat diinstall dan digunakan baik pada system operasi Windows , UNIX/LINUX maupun pada Macintosh. Untuk dua sistem operasi disebeutkan terakhir diperlukan sedikit penyesuaian.


Dalam sumber lain, kelebihan aplikasi R ditulis sebagai berikut :
  1. R merupakan perangkat lunak  yang termasuk dalam lisensi GNU General Public Licence yang berarti merupakan suatu perangkat lunak “free”. “Free” disini pengertiannya lebih ke arah freedom (kebebasan) tidak sekedar dari sisi harga/gratis (GNU, 2011). Dengan demikian para pemakai mempunyai :
    • Kebebasan dalam menjalankan program R dengan tujuan apapun.
    • Kebebasan untuk mempelajari bagaimana program R dan mengubahnya sesuai dengan harapan. Dalam hal ini pemakai mempunyai kebebasan untuk mengaksessource code dari R. Hal ini menjadikan R sebagai Open Source Software.
    • Kebebasan untuk menggandakan program R.
    • Kebebasan untuk menggandakan hasil modifikasi program ke pihak lain.
2.       R dapat digunakan dalam lingkungan sistem operasi yang bervariasi : Windows, Linux dan MacOS X. Kelebihan ini menjamin fleksibilitas pemanfaatan program yang dibuat berdasar bahasa R .
  1. R juga merupakan bahasa pemrograman, sehingga memungkinkan seorang pengguna dapat mengembangkan sendiri program pada bidang kajian tertentu dan mendistribusikannya ke pengguna lain. Oleh karenanya package yang tersedia dalam R untuk bidang – bidang penelitian tertentu, lebih lengkap daripada perangkat lunak lain.
  2. R didukung oleh komunitas pengguna yang mengembangkan package statistika secara konsisten dan berkelanjutan. Hal ini memberikan keuntungan dalam membangun jaringan komunikasi antar pengguna.
  3. Segala sesuatu yang terkait dengan R telah terdokumentasi dengan baik, terpusat dan terintegrasi di situs http://www.r-project.org/, sehingga memudahkan pengguna dalam mengakses perkembangan terbaru tentang R.
  4. R mempunyai kemampuan visual grafis dan keakuratan hasil yang lebih baik daripada perangkat lunak lain (McCullough,B.D. and David A.Heiser, 2008).


Kekurangan aplikasi R :
Selain kelebihan, R mempunyai beberapa kelemahan yang dapat mempengaruhi penggunaannya. Kekurangan dari sisi kemampuan perhitungan dalam R dikaji dalam (Ihaka, 2010), dimana bahasa pemrograman R merupakan bahasa pemrograman berbasis interpreter, sehingga eksekusi suatu aplikasi/fungsi yang ditulis dengan bahasa R terutama aplikasi/fungsi yang membutuhkan program code yang panjang akan membutuhkan waktu yang relatif lama. Masalah lain yang terungkap terkait dengan proses pembaharuan dari suatu baris dalam frame data dari suatu proses looping (pengulangan) suatu program. Sebagai contoh, program code yang ditulis dalam bahasa R berikut :

m = 70000
r = 10000
d = data.frame(w = numeric(m), x = numeric(m),
y = numeric(m), z = numeric(m))
nilai = c(1, 2, 3, 4)
system.time({
for(i in 1:r) {
j = sample(m, 1)
d[j,] = nilai
}
})

Apabila program code yang relatif pendek tersebut dieksekusi/dijalankan maka waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil relatif lama, lebih dari 1 menit. Hal ini tentu akan mempengaruhi jalannya suatu program yang relatif lebih panjang.
Seperti yang telah dikaji sebelumnya, package tambahan selain package dasar yang terdapat di  R mempunyai ketergantungan dengan versi R yang digunakan dan package lainnya. Secara operasional, apabila pengguna tidak melakukan verifikasi tentang ketergantungan versi tersebut atau dengan kata lain menggunakan suatu package versi tertentu yang tidak sesuai dengan versi R dan package terkait yang digunakan, maka program tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya tanpa suatu peringatan yang menunjukkan letak kesalahannya. Akibatnya pengguna perlu melakukan verifikasi secara trial and error (coba – coba) untuk mengetahuinya.
Disamping itu, dalam penggunaan R untuk menganalisis data statistik melalui RGui yang berbasis CLI,  pengguna diharuskan mengetahui sintaks fungsi dan cara menggunakannya secara benar. R sensitif dalam penggunaan huruf besar dan huruf kecil, sehingga jika terdapat kesalahan dalam penulisan, maka akan timbul peringatan kesalahan. Hal ini tentunya menjadi masalah tersendiri bagi pengguna yang tidak mengetahui bentuk perintah atau fungsi yang ada dalam R.

sumber : Irwan Susanto , “Free and Open-Source Software R : Kelebihan, Kekurangan dan Strategi Pembelajaran Dalam Mata Kuliah Statistika”, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan, 20 April 2011, LPP UNS,Solo . ISBN : 978-602-99130-0-2

Rabu, 26 Maret 2014

Genosida Antar Etnis (2)


ARTIKEL SEBELUMNYA :
Pengertian Genosida dan Pengendaliannya

Kasus Genosida Internasional
            Selain di Indonesia, dunia memiliki sejarah sendiri tentang terjadinya Genosida. Sebagian kasus di antaranya adalah :
  • Pembantaian bangsa Kanaan oleh bangsa Yahudi pada milenium pertama sebelum Masehi.
  • Pembantaian bangsa Helvetia oleh Julius Caesar pada abad ke-1 SM.
  • Pembantaian suku bangsa Keltik oleh bangsa Anglo-Saxon di Britania dan Irlandia sejak abad ke-7.
  • Pembantaian bangsa-bangsa Indian di benua Amerika oleh para penjajah Eropa semenjak tahun 1492.
  • Pembantaian bangsa Aborijin Australia oleh Britania Raya semenjak tahun 1788.
  • Pembantaian Bangsa Armenia oleh beberapa kelompok Turki pada akhir Perang Dunia I.
  • Pembantaian Orang Yahudi, orang Gipsi (Sinti dan Roma) dan suku bangsa Slavia oleh kaum Nazi Jerman pada Perang Dunia II.
  • Pembantaian suku bangsa Jerman di Eropa Timur pada akhir Perang Dunia II oleh suku-suku bangsa Ceko, Polandia dan Uni Soviet di sebelah timur garis perbatasan Oder-Neisse.
  • Pembantaian lebih dari dua juta jiwa rakyat oleh rezim Khmer Merah pada akhir tahun 1970-an.
  • Pembantaian bangsa Kurdi oleh rezim Saddam Hussein Irak pada tahun 1980-an.
  • Efraín Rios Montt, diktator Guatemala dari 1982 sampai 1983 telah membunuh 75.000 Indian Maya.
  • Pembantaian Rwanda, pembantaian suku Hutu dan Tutsi di Rwanda pada tahun 1994 oleh terutama kaum Hutu.
  • Pembantaian suku bangsa Bosnia dan Kroasia di Yugoslavia oleh Serbia antara 1991 - 1996. Salah satunya adalah Pembantaian Srebrenica, kasus pertama di Eropa yang dinyatakan genosida oleh suatu keputusan hukum.
  • Pembantaian kaum berkulit hitam di Darfur oleh milisi Janjaweed di Sudan pada 2004. Pembantaian ini dianggap Genosida oleh pemerintah Amerika Serikat namun dianggap tidak oleh PBB.

Dari sekian banyak kasus Genosida yang terjadi, kasus Rwanda merupakan salah satu kasus Genosida yang sangat bernuansa etnis. Republik Rwanda adalah sebuah negara di benua Afrika bagian tengah yang berbatasan dengan Republik Demokratik Kongo, Uganda, Burundi danTanzania. Penduduk asli Rwanda terdiri dari tiga suku yaitu Tutsi, yang merupakan orang-orang dusun yang tiba di sini sejak abad ke-15; Hutu, yang merupakan mayoritas penduduk, merupakan petani asal Bantu. Hingga 1959, suku Hutu membentuk strata dominan di bawah sistem feodal yang berdasarkan pada kepemilikan ternak; dan Twa, yang dipercayai merupakan sisa pemukim terawal di sini. Suku Twa dianggap yang tertua, lalu orang Hutu dan kemudian Tutsi. Rwanda merupakan salah satu daerah jajahan Belgia. Pada jaman penjajahan, terjadilah suatu diversifikasi suku, yang dilakukan oleh Belgia.
Jika dilihat sekilas hampir tak ada perbedaan dalam warna kulit, bentuk tubuh maupun ukuran yang dimiliki oleh suku-suku tersebut. tapi pada waktu penjajahan Belgia, suku Hutu di anggap sebagai suku yang minoritas sedangkan Tutsi dianggap sebagai suku yang lebih tinggi eksistensinya. Hal tersebut karena suku Tutsi memiliki warna kulit yang lebih terang, postur tubuh yang tinggi, langsing dan juga memiliki ukuran hidung yang lebih ramping dan mancung. Sedangkan suku Hutu memiliki kulit yang berwarna lebih hitam, postur yang agak pendek, hidungnya besar dan pesek.
Para penjajah Belgia lebih memilih orang-orang dari suku Tutsi untuk menjalankan pemerintahan daripada orang-orang yang berasal dari suku Hutu. Mereka mempekerjakan suku Tutsi untuk pekerjaan “kerah putih” yaitu pekerjaan yang lebih tinggi posisinya sedangkan untuk “kerah biru” yaitu posisi yang lebih rendah, dan pekeja kasar diberikan kepada suku Hutu yang sebenarnya merupakan penduduk mayoritas di Rwanda. Secara tidak langsung, Belgia mengadu domba kedua suku ini.
Hal inilah yang menjadi awal dari timbulnya benih-benih kebencian, ke iri hatian, dan kecemburuan sosial yang akut dan mengakar. Menurut Simon Fisher dalam bukunya, Mengelola konflik; Keterampilan & Strategi untuk Bertindak, dalam teori Hubungan Masyarakat disebutkan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.Setelah beberapa tahun kemudian, tepatnya di tahun 1994, masalah ini kembali muncul sehingga menyebabkan timbulnya konflik ketika para Militan Hutu mengadakan genosida massal untuk membantai kelompok Tutsi yang disebut dengan “Cocoroaches” (cockroach : kecoa), dan menyamakan mereka tidak lebih dari derajat seekor sapi untuk dibantai. Dengan sandi “lets cut all the trees!” mereka memulai pembantaian itu.
Bahkan ketika pada bulan Juli 1994, beberapa hari sebelum pembantaian tersebut terjadi, Presiden Rwanda yang baru saja terpilih (suku Hutu) dan telah menyetujui perjanjian damai Hutu-Tutsi, dibunuh dalam pesawatnya, yang sebenarnya dilakukan oleh kelompok Hutu itu sendiri untuk memanaskan adrenalin para pembantai dengan menyebarkan berita bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh kelompok dari suku Tutsi. Upaya damai yang telah dilakukan oleh perwakilan dari kedua suku tersebut pun gagal. Operasi mereka dimulai dengan sweeping masal KTP warga negara Rwanda yang dimana di KTP tersebut terdapat cap besar untuk membedakan antara Hutu dan Tutsi.
Selain itu menurut teori Identitas, konflik juga disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu  yang tidak diselesaikan. Jika dikaitkan dengan konflik yang terjadi di Rwanda antara kedua kelompok suku tersebut, dapat dilihat bahwa diversivikasi dan stratifikasi sosial yang terjadi antara Hutu dan Tutsi pada masa kolonialisasi menimbulkan kesalahpahaman dan tidak adanya komunikasi yang baik antara kedua suku tersebut. Dendam suku Hutu terhadap identitas dirinya sebagai penduduk mayoritas yang terdiskriminasi di Rwanda belum terselesaikan hingga kini dan menjadi penyebab utama timbulnya pembantaian terhadap suku Tutsi.
Penyebab lain adalah terjadinya eskalasi konflik. Tidak adanya komunikasi yang baik, diskriminasi pekerjaan, kecemburuan sosial, menyebabkan kesenjangan yang terjadi antara kedua kelompok tersebut mengakar dan menimbulkan konflik yang sejak dulu ada kembali muncul ke permukaan. Eskalasi konflik terjadi ketika kelompok suku Hutu sengaja melakukan pembunuhan berencana terhadap presiden Habyarimana. Hal tersebut dilakukan untuk memancing kemarahan massa suku Hutu terhadap dendam yang selama ini terpendam. Mereka dengan sengaja menyebarkan berita palsu bahwa pembunuhan presiden yang juga berasal dari suku Hutu tersebut dibunuh oleh kelompok pemberontak suku Tutsi.[5]
Dengan tersebarnya berita tersebut dikalangan masyarakat, menyebabkan suku Hutu semakin marah dan mengupayakan tindakan balas dendam terhadap seluruh suku Tutsi di Rwanda. Kurang Lebih 250.000 suku Tutsi dibantai dihari itu dan hampir 50.000 jiwa yang berasal dari suku Hutu mati karena juga terjadi perlawanan di pihak Tutsi oleh “Tutsi Rebels”. Total semua korban yang mengalami kematian dari genosida tersebut adalah 500.000 jiwa dan membengkak sampai angka 800.000. Berdasarkan perhitungan bruto akhir adalah 1.000.000 jiwa melayang. Pada saat genosida ini berlangsung, para perempuan dari suku Tutsi di perkosa lalu di bunuh. Mereka diperlakukan tidak manusiawi. Mereka dilempari batu, di perkosa dan di kandangkan.


Pengendalian dan Pencegahan Genosida dalam Masyarakat
            Telah dibahas sebelumnya bahwa Genosida merupakan bagian dari pola hubungan antar kelompok, dalam pokok bahasan disini, Genosida menjadi salah satu pola hubungan antar kelompok etnis. Berdasarkan uraian kasus kasus diatas, dapat terlihat bahwa genosida yang terjadi khususnya antar kelompok etnis berkembang dan pecah bukan hanya karena perilaku menyimpang dari kedua belah pihak yang memanfaatkan rasa etnosentris pada diri mereka untuk melakukan hal yang tidak manusiawi, tetapi ada juga faktor dari luar kelompok yang menyebabkan itu bisa terjadi.
            Salah satu yang dibahas diatas adalah ketidakpuasan kelompok atas kinerja pemerintah yang tidak tuntas dalam menyelesaikan masalah antar dua belah pihak sehingga menyebabkan kelompok bersangkutan mencari cara lain untuk menyelesaikan. Atas dasar solidaritas terhadap sesama kelompok satu etnis, maka mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum dan tidak manusiawi. Tindakan ini bisa dikategorikan tindakan yang menyimpang atau tidak sesuai harapan masyarakat. Selain itu adanya diversifikasi yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan kecemburuan sosial dan berujung pada dendam yang mengakar.
            Sehubungan dengan penyimpangan yang dilakukan kelompok tentunya ada pengendalian sosial yang dilakukan. Menurut Berger, cara pengendalian terakhir dan tertua adalah dengan paksaan fisik.
            Pada kasus kerusuhan Sampit maupun kasus Rwanda, bentuk pengendalian yang dilakukan adalah dalam bentuk fisik. Hal ini dilakukan karena kategori penyimpangan yang dilakukan masyarakat sudah memasuki kategori  criminal berat yang direncanakan oleh kolektif. Bentuk pengendalian yang diambil pun lebih kuat yaitu melalui militer pemerintahan yang turun langsung dan menghentikan tindakan Genosida secara langsung dan fisik. Dalam kasus Rwanda khususnya yang merupakan peristiwa cukup besar, militer yang digunakan untuk mengendalikan sebagian besar berasal dari luar negri dimana pasukan-pasukan perdamaian berdatangan dari berbagai Negara untuk menghentikan tragedi kemanusiaan abad 20 itu
            Disamping itu, baik di Indonesia maupun internasional telah ditetapkan hukum-hukum tentang keberlangsungan hidup (HAM) pada umumnya dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat dan golongan baik etnis atau bukan. Di Indonesia Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hakasasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia
            Akan tetapi Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan. Berdasarkan UU no. 26 tahun 2000, pelanggaran HAM meliputi kejahatan Genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7a : “ adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: Membunuh anggota kelompok; Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;  Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain; Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; “
            Dunia internasional sendiri merujuk peraturan HAM oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang merupakan organisasi dunia dan dibentuk dengan alasan utama hak asasi manusia. Kekejaman dan Genosida setelah Perang Dunia II menyebabkan munculnya konsensus bahwa organisasi baru ini harus bekerja untuk mencegah tragedi serupa di masa mendatang. Tujuan awal adalah menciptakan kerangka hukum untuk mempertimbangkan dan bertindak atas keluhan tentang pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa hak 370 juta masyarakat adat di seluruh dunia juga merupakan suatu fokus untuk PBB, dengan Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat yang disetujui oleh Majelis Umum pada tahun 2007. Deklarasi ini menguraikan hak-hak individu dan kolektif untuk budaya , bahasa, pendidikan, identitas, pekerjaan dan kesehatan, menyikapi isu-isu pasca-kolonial yang dihadapi masyarakat adat selama berabad-abad. Deklarasi tersebut bertujuan untuk mempertahankan, memperkuat dan mendorong pertumbuhan adat, budaya institusi dan tradisi. Deklarasi ini juga melarang diskriminasi terhadap masyarakat adat dan mendorong partisipasi aktif mereka dalam hal-hal yang menyangkut masa lalu, masa sekarang dan masa depan mereka.

            Meski bisa dilakukan tindakan pengendalian, perlu juga dipahami bahwa tindakan pencegahan akan jauh lebih baik jika tindakan pencegahan juga dilakukan sejak awal. Jika menilik kasus genosida bernuansa etnis diatas, dapt terlihat bahwa masalh antar dua kelompok bertikai dimulai dari ketidakcocokan dan prasangka yang berkembang menjadi streotip negatif tertentu. Diversifikasi etnis yang dilakukan pihak luar ataupun pemerintah juga menjadi salah satu penyebabnya. Dan yang paling utama adalah tidak terselesaikannya urusan hukum secara tuntas antara kedua belah pihak yang berseteri sehingga salah satu pihak atau keduanya memilih untuk bertindak secara agresif untuk mendapat keinginannya. Karena itu tindakan pencegahan yang paling penting adalah berasal dari pemerintah sebagai pihak yang memiliki kuasa lebih.
            Tindakan pencegahan yang paling utama adalah memastikan apabila ada kasus antar dua kempompok etnis,  proses hukum berjalan dengan sebagaimana mestinya sesuai peraturan yang berlaku dan tanpa memihak salah satunya. Dengan berjalannya proses hukum yang baik, akan menimbulkan kepercayaan terhadap hukum sehingga jika ada suatu pertikain baik bernuansa etnis ataupun tidak, kelompok-kelompok tersebut akan mempercayakan penyelesaiannya kepada hukum pemerintah bukannya malah bertindak agresif dan menyimpang.
            Tindakan pencegahan berikutnya adalah memastikan peraturan-peraturan yang ada sudah cukup meng-cover segala hak dan kewajiban serta perlindungan bagi masyarakat etnis tanpa mendahulukan atau menkhususkan etnis manapun. Dengan adanya peraturan tersebut, masyrakat etnis akan merasa aman dan tidak akan terpicu untuk membuat tindakan sendiri tapi menjadikan peraturan pemerintah sebagai rujukan pertama.
            Kedua pencegahan diatas sangat penting untuk menghindari eskalasi konflik yang mungkin terjadi antar dua kelompok etnis terutama di Negara Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa berbeda. Penting bagi Indonesia untuk memliki peraturan dengan status hukum yang kuat tentang keberadaan ettnis-etnis yang berbeda dalam kawasaanya. Tugas pemerintahlah untuk memastikan semua peraturan dijalankan dengan sesuai.
            Selain pencegahan dari pihak luar, anggota kelompok etnis sendiri pun perlu menumbuhkan rasa toleransi terhadap etnis lain sebagai salah satu langkah merubah pola pikir atas prasangka maupun stereotip etnis tertentu yang kerap kali menjadi awal permusuhan antar etnis. Stereotip-stereotip yang berkembang seperti suku Minang yang perhitungan, suku Batak yang kasar ataupu suku Jawa yang kaku dan konservatif sebenarnya bisa dihapuskan. Harus ada pemahaman di kalangan semua masyarakat terutama masyarakat yang masih menganut nilai-nilai etnis tertentu bahwa stereotip bukanlah penilaian mutlak untuk keseluruhan mayarakat etnis tertentu. Sehingga tidak ada anggapan bahwa etnis tertentu adalah lebih baik dari etnis lainnya. Sikap saling toleran dan terbuka dengan perbedaan tentunya mampu menumbuhkan sikap saling menghormati antar etnis sehingga tidak akan terjadi pertikaian hingga tindakan seperti Genosida.




DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, Kamanto. 2004. “Pengantar Sosiologi”. Jakarta : LPFEUI

Genosida Antar Etnis (1)


Pengertian Genosida dan Etnosentrisme
            Genosida dalam ilmu sosiologi termasuk sebagai bagian pola hubungan antar kelompok. Kontak antar dua kelompok ras dapat diikuti proses akulturasi (perpaduan budaya), dominasi (satu ras menguasai ras yang lain), paternalism (dominasi ras pendatang), atau integrasi (pengakuan perbedaan)[1]. Dalam kaitan dengan dominasi, menurut Kornblum terdapat empat macam kemungkinan proses yang dapat terjadi yaitu pengusiran, perbudakan, segregasi, asimilasi dan terakhir adalah Genosida[2].
Genosida secara umum didefinisikan sebagai sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum PolandiaRaphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serika. Kata ini diambil dari bahasa Yunani γένος genos ('ras', 'bangsa' atau 'rakyat') dan bahasa Latin caedere ('pembunuhan').
Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah kejahatan terhadap kemanusiaan,kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.[3]
Ada pula istilah genosida budaya yang berarti pembunuhan peradaban dengan melarang penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, mengubah atau menghancurkan sejarahnya atau menghancurkan simbol-simbol peradabannya.
            Genosida yang secara keseluruhan diartikan sebagai pemusnahan masal etnis tertentu memilki banyak faktor penyebab atau latar belakang hingga terjadinya Genosida tersebut. faktor-faktor yang melatarbelakanginya  bisa berasal dari kepentingan politik, ekonomi, agama, faham golongan tertentu, dan yang terkahir adalah isu etnis. Namun yang akan didiskusikan dalam tulisan ini adalah Genosida yang dipengaruhi isu etnis.
            Kelompok etnis diartikan oleh Francis sebagai sebuah komunitas yang menampilkan persamaan bahasa, adat kebiasaan, wilayah, sejarah, sikap, dan sistem politik. Mengingat bahwa di Indonesia dikenal konsep suku bangsa, Koentjaraningrat (1983) berpendapat bahwa kedua konsep bermakna sama namun mengusulkan agar istilah kelompok etnis diganti denga golongan etnis, dan yang dimaksud dengan golongan disini adalah termasuk dalam kategori sosial.
            Etnosentrisme sendiri jika disesuaikan, mempunyai makna sebuah pandangan bahwa kelompok etnis sendiri merupakan pusat segalanya dan semua kelompok etnis lain ditimbang dan diukur dengan mengacu pada kelompok etnis sendiri.


Kasus genosida di Indonesia

            Indonesia sebagai Negara kesatuan yang terdiri dari ribuan pulau dan wilayah yang cukup besar memiliki banyak sekali budaya yang terdapat didalamnya. Bahkan di satu pulau dapat memiliki ratusan kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Keanekaragaman ini merupakan suatu kelebihan namun tidak menutup adanya perselisihan antar kelompok etnis yang tumbuh tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Hal itu dapat terlihat dari berbagai kasus Genosida yang terjadi sejauh sejarah berdirinya Indonesia.
  • Pembunuhan masal di Bandanaira (Pulau Banda) tahun 1621 oleh Belanda pada zaman Jan Pietersz Coen. Penduduk dipaksa untuk bekerja. Akibat pembunuhan tersebut belanda terpaksa mendatangkan budak dr Negara dan daerah lain. Jumlah pasti tidak diketahui. Dalam kesaksian disebut hamper semua penduduk meninggal, sebagian kecil melarikan diri.
  • Pembantaian pada zaman Kerja Tanam Paksa setelah Perang Jawa (1825-1830) dibawah kepemimpinan Jenderal Van den Bosch. Jumlah pasti korban tidak diketahui.
·         Tragedi pembantaian Jepang di Kalimantan. Tidak hanya kaum pro-kemerdekaan yg dibunuh tetapi juga para pemuka agama, pemuka golongan dan para Raja di zaman itu.
  • Westerling di Sulawesi Selatan. Menurut mantan Diplomat RI, Manai Sophian, tercatat 40.000 orang meninggal meski Belanda mengklaim hanya 5000 orang yang meninggal.
·         Tragedi 1965. Setelah gerakan G30SPKI terjadi, gerakan ‘membersihkan’ komunis menggelora dimana-mana. Militer dikerahkan ke seluruh negri,  Mereka yang dianggap pendukung komunis, dibantai, ditangkap, disiksa dan dibuang tanpa pernah ada pengadilan yang adil dan bukti yang jelas. Kebanyakan dari mereka yang ditangkap adalah buruh dan petani.
·         Tragedi mei 1998 dimana etnis tionghoa mengalami pembantaian, pengrusakan properti, pemerkosaan dan penculikan.
  • Kerusuhan Sampit, (Februari 2001) Kalimantan Barat antara suku Dayak dan Suku Madura.
Kebanyakan kasus Genosida yang terjadi sebelum masa kemerdekaan memiliki motif atau latar belakang kepentingan politik para penjajah di masa itu. Sedangkan kasus Genosida yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia seperti kasus G30SPKI dimana pembantaian dilakukan terhadap mereka yang menganut paham dan termasuk golongan komunis merupakan kasus Genosida dengan latar belakang faham atau golongan.
Kasus Genosida yang disebut terakhir, yaitu kerusuhan Sampit merupakan salah satu kasus Genosida yang memiliki latar belakang pertikaian budaya dan sarat dengan isu etnis. Kerusuhan ini seringkali diperbincangkan bukan hanya karena kejadiannya yang mencekam tapi juga latar belakang dan motif dibalik  terjadinya kerusuhan tersebut.
Suku dayak hidup tersebar di  tidak hanya di Kalimantan Tengah, tapi juga Kalimantan Barat, Selatan dan Utara. Suku dayak di daerah-daerah tersebut hidup dengan damai berdampingan dengan suku-suku lain. Akan tetapi kebudayaan suku Madura yang menempati Kalimantan Tengah 50 tahun sebelum kerusuhan Sampit terjadi ternyata mempunyai beberapa ketidakcocokan dengan kebudayaan suku Dayak yang telah mendiami Kalimantan tengah sejak lama. Suku Madura dianggap terlalu keras, hal ini dicontohkan dengan salah satu kebiasaan suku Madura yang kerap membawa senjata tajam seperti parang dan celurit saat mereka berpergian. Sedangkan bagi suku Dayak, senjata tajam hanya dibawa saat akan pergi berperang dan berburu. Hal ini menyebabkan pandangan bagi suku dayak bahwa suku Madura adalah suku yang selalu ‘siap berperang’.
Selain itu para pemuka suku Dayak juga menilai warga Madura tidak mau beradaptasi dengan kebudayaan setempat. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan seringnya terjadi kasus pelanggaran “tanah larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan didominasi oleh orang Madura. Pelanggaran ini tidak hanya menyinggung nilai budaya warga Dayak tapi juga mendesak warga Dayak pedalaman untuk berpindah tempat tinggal jauh lebih kedalam hutan karena tanah mereka ditebangi.
Hal lain yang menjadi pemicu utama peristiwa Sampit adalah banyaknya kasus antara warga Madura dan warga Dayak yang tidak diselesaikan dengan seharusnya. Tercatat dari tahun 1972 hingga tahun 2001 sedikitnya ada 15 kasus pembunuhan dan pemerkosaan oleh warga Madura atas warga Dayak yang tidak mendapat penyelesaian hukum yang layak. Keseluruhan kasus tersebut berkahir dengan tidak tertangkapnya pelaku, atau tertangkap tapi lalu dibebaskan tanpa tuntutan. Kasus pembunuhan seorang warga Dayak oleh suku Madura pada Februari 2001 merupakan pemicu yang berlanjut dengan kerusuhan Sampit yang mencekam. Dimana warga Dayak berbondong-bondong ‘membersihkan’ warga Madura di Kalimantan Tengah. Mereka melakukan sweeping besar-besaran dari rumah ke rumah untuk mencari warga Madura. Pembantaian yang dilakukan oleh warga Dayak tidak mengenal usia ataupun jenis kelamin. Rumah-rumah maupun properti milik suku Madura dibakar hingga habis. Pihak berwajib pun tidak mampu membendung arus suku Dayak yang datang dari berbagai pedalaman di Kalimantan Tengah. Bahkan ada satu versi cerita yang menyatakan bahwa sebelum berangkat untuk ‘pembersihan’, mereka disumpah untuk membersihkan suku Madura hingga habis di tanah Kalimantan Tengah.
Kerusuhan ini menyebabkan jatuhnya banyak korban dari pihak Madura. Media massa menyebutkan bahwa tidak kurang dari 200 warga Madura terbunuh namun diduga korban lebih daripada itu karena pembersihan bukan hanya terjadi di ibukota Palangkaraya tapi juga di seluruh kecamatan pelosok Kalimantan Tengah. Selain pembantaian warga Madura, warga Dayak juga melakukan demonstrasi di Palangkaraya untuk menuntut pemerintah setempat agar mengusir warga Madura dari Kalimantan Tengah.
Dari peristiwa Sampit dapat terlihat bahwa Genosida yang terjadi erat kaitannya dengan rasa solidaritas berlebihan antar  sesama yang diperlihatkan suku Dayak. Mereka melakukan agresi dipicu prasangka (prejudice) dan ketidakpuasan masyarakat Dayak terhadap hukum yang berjalan. Salah satu teori yang dipelopori Dollard ialah teori frustasi-agresi (frustassion-agression theory). Menurut Banton (1967:294-299) teori ini mengatakan bahwa orang akan melakukan agresi manakala usahanya untuk memperoleh kepuasan terhalang. Jika agresi tidak bisa ditujukan kepada pihak yang menghalangi usahanya, maka agresi akan dialihkan (displaced) ke suatu  kambing hitam[4]. Jika dilihat melalui teori ini, agresi yang dilakukan warga Dayak adalah bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah yang tidak memastikan hukum berjalan dengan baik di setiap permasalahan antar kedua belah pihak. Di sisi lain, prasangka yang terbentuk atas warga Dayak terhadap warga Madura kian berkembang menjadi stereotip yang menganggap bahwa semua warga Madura sama persis dengan prasangka mereka meski kenyataanya tidak semua warga Madura memiliki perilaku yang sama.

ARTIKEL LAIN :
Kasus Genosida Internasional dan Pengendalian Serta Pencegahan Genosida

DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, Kamanto. 2004. “Pengantar Sosiologi”. Jakarta : LPFEUI





[1] Banton (1967:68-76)
[2] Lihat Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: LPFEUI, 2004), hal. 149.
[4] Lihat  Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (LPFEUI: 2004) hal. 152
[5] http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/03/konflik-rwanda-hutu-tutsis/

Minggu, 16 Maret 2014

Content Delivery Network (CDN)

 

Definisi Content Delivery Network (CDN)

         
Content Delivery Network (CDN) adalah jaringan terdistribusi dari server, yang disebarkan di banyak pusat data di internet.  Atau bahasa gampangnya, jaringan server yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Secara garis besar Content Delivery Network adalah sebuah sistem yang terdiri dari komputer-komputer yang saling terhubung yang berada di berbagai penjuru Internet dan memiliki kopi-kopi data di tiap komputer yang saling bekerja sama untuk mengirimkan data dengan tujuan untuk meningkatkan performa, skalabilitas, dan efisiensi biaya untuk pengguna.
CDN pada dasarnya, merupakan kumpulan jaringan server (node) yang saling terhubung yang disimpan di seluruh dunia. Dibandingkan memberikan konten website, file download atau data secara langsung dari server hosting yang Anda sedang gunakan, akan lebih cepat memberikan konten website, file, atau data dari server yang secara geografis lebih dekat ke pungunjung. Dengan layanan CDN, Anda dapat meminimalkan perjalanan data yang seharusnya, menghindari macet jaringan, dan menurunkan latency/delay dalam jaringan internet.
Layanan CDN ini sangat cocok bagi website coorporate atau personal yang ingin ada konten website, file download dan streaming bisa berjalan lebih lancar dan lebih cepat. Beberapa jenis industri dan aplikasi cocok menggunakan layanan CDN di antaranya: Social Networking, Entertaintment, Gaming, Software Development, E-commerce, Layanan Financial.
Secara umum, berbagai perusahaan yang menyediakan layanan CDN yang tersedia memiliki node CDN yang tersebar di beberapa tempat strategis di seluruh dunia dan akan terus menambah node baru untuk memperluas layanan CDN mereka.

Format konten yang didukung secara umum antara lain,
Format Encoding : Windows Media Player, H.264, Quicktime, RealPlayer, Adobe Flash, Move Media Player, MP3, Real Network, DivX, Microsoft Silverlight, RealSystem G2.
Format Penghantar : HTTP, RMTP, FTP.
Format Kompresi : HTML, JPG, TXT, PDF, GIF, Flash.

Beberapa situs ternama dan terkenal yang memang bermaksud meraih dan memelihara visitor dari berbagai belahan dunia, sudah dipastikan menggunakan layanan CDN ini. Sebagai contoh : Yahoo, Google, Facebook, Joomla.org, McAfee, NBC, CNN, Time, Adobe, Symantec, Apple, Discovery, Cooking.com, Lycos, Altavista, eSurg.com, eFax.com, Monster.com, dan berbagai situs besar lainnya.





Gambar di kiri adalah skema distribusi tradisional, di mana hanya terdapat 1 server yang melayani semua request dari client. Sementara gambar di kanan adalah skema CDN, di mana masing-masing request dilayani oleh server yang letaknya paling dekat secara fisik.
1.      Jadi secara umum, penggunaan CDN ini memiliki beberapa keuntungan :
Mengurangi waktu pageload.
2.      Ketersediaan data menjadi lebih tinggi.
3.      Proteksi terhadap DDoS Attack (Distributed Denial of Service Attack) – upaya untuk membuat    sebuah network menjadi unavailable bagi pengguna-pengguna yang dituju.
4.      Mengurangi biaya bandwidth, dengan meletakkan node-node di daerah yang cost-effective.

Tapi perlu diingat juga, apabila anda misalnya sebagai pemilik web, hanya menujukan web anda kepada ruang lingkup yang kecil, misalnya untuk wilayah Indonesia saja, maka skema distribusi tradisional saja sudah cukup. CDN justru akan menjadi tidak efektif untuk kasus ini.



Agar lebih jelas, berikut adalah contoh kasusnya :
  1. Tim Peneliti Sponsio nyewa hosting dengan domain www.kapta.us, seperti yang kita ketahui hosting Indonesia tidak terlalu loyal untuk agak urusan bandwidth dan space data. Space total yang kami miliki hanya 200 Mb dan bandwith 10 Gb
  2. www.kapta.us nantinya akan kami isi dengan skrip php yang cukup berat untuk pemrosesan data dan webnya akan meng-host gambar hingga ribuan
  3. Satu gambar ukurannya berkisar 100 Kb dan kisaran data gambar yang kami butuhkan itu sekitar 3000 data jadi total space yang kami perlukan lebih dari 300 Mb sedangkan space hosting kami hanya 200 Mb
  4. Ditambah lagi, gambar-gambar yang berada di server kami kemungkinan besar akan aktif digunakan sehingga tentu saja ini memberatkan server
  5. Berhubung www.kapta.us nantinya akan berat jika pemprosesan skrip php dan data-data gambar disatukan di satu server, maka untuk data-data gambar dipindahkan menggunakan CDN
  6. Hasil akhirnya maka server kami di www.kapta.us hanya memproses skrip php, jadi hanya sebagai application server, sedangkan untuk pemrosesan request data gambar diatur oleh CDN dengan server kami di www.kapta.us sebagai perantara saja.

Biasanya jasa penyedia layanan CDN memasang tarif yang agak mahal seperti Amazon CloudFront CDN,Rackspace Cloud Files CDN, dan lain-lain. Setiap perusahaan besar yang menyediakan layanan CDN ini memiliki harga yang berbeda-beda dengan mempertimbangkan layanan yang diberikan. Sebagai contoh di sini, Layanan CDN Pasarhosting memiliki tarif :
Ø  CDN – Berdasarkan pemakaian – Rp. 6000 / GB (pembayaran min. pertama Rp. 30000 sebagai deposit).
Ø  CDN – 250GB bandwidth – Rp. 900.000 / Bulan
Ø  CDN – 500GB bandwidth – Rp. 1.500.000 /Bulan
 Untungnya Google menyediakan jasa CDN secara gratis yaitu dengan menggunakan Google App Engine.


 Memilih CDN
Pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan berbagai keuntungan menggunakan CDN, selain itu juga dijelaskan suatu contoh kasus mengapa kita tidak perlu menggunakan CDN (seperti bahasan mengenai lingkup yang hanya di Indonesia saja). Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang perlu kita cermati sebelum menggunakan CDN dan tentu saja, bila CDN dianggap perlu maka kita perlu menelaah CDn yang bagimana dapat dan paling efektif untuk digunakan.
Apakah anda membutuhkan CDN atau tidak, tergantung dari anda dan tujuan anda. Tanyakan beberapa pertanyaan ini :
1.        Berapa banyak konten media yang saya punya di situs saya? Berapa banyak yang saya inginkan?
2.        Bagaimana traffic situs saya sekarang, dan perubahannya di masa yang akan datang?
3.        Pengunjung situs saya, apakah dari satu lokasi saja, atau tersebar di seluruh penjuru dunia?
Jika anda sudah membuat keputusan bahwa CDN adalah solusi dari permasalahan anda, sekarang masuk ke pertanyaan berikutnya, mungkin yang paling sulit : CDN mana yang paling tepat untuk saya? Masing-masing penyedia layanan memeiliki kekurangan dan kelebihan tentu saja.  Berikut adalah beberapa kriteria yang bisa kita gunakan sebagai alat bantu untuk kita mengambil keputusan:
1.        Planned Delivery Method
Streaming atau progressive download? Streaming mungkin lebih mahal, tapi memberikan kepuasan lebih bagi pengguna situs anda. Apakah pengguna situs anda ‘rela’ menunggu hingga konten yang diinginkan selesai di-download?
2.        Technology Compatibility.
Apa software/platform yang digunakan di situs anda? Apakah kompatibel dengan CDN anda? Akan menjadi masalah yang sangat besar apabila CDN anda tidak kompatibel dengan situs anda.
3.        Security
Apakah CDN menawarkan fitur encoding untuk mengamankan proses transfer konten situs anda? Ini menjadi sebuah kebutuhan apabila situs anda berisi konten yang sensitive dan sifatnya private.
4.        Reporting and Stats
Statistik telah menjadi hal yang sangat penting dewasa ini. Apakah CDN menyediakan statistic tentang kapan dan bagaimana user mengakses situs anda?
5.        Availability of Support
Seberapa reliable-kah fitur yang ditawarkan oleh CDN anda?
6.        Reliability
CDN menawarkan uptime yang sangat baik, tentu saja. Tapi untuk aplikasi-aplikasi tertentu, anda perlu memastikan bahwa CDN anda menawarkan jaminan yang dapat anda percayai.
7.        Capacity and Reach
Apakah CDN dapat memenuhi bandwidth yang anda butuhkan? Jangkauannya, apakah sampai pada level internasional?

Sumber :
Wikipedia bahasa Inggris, ensiklopedia bebas. 2010. Content Delivery Network. Online

http://www.ubiquitense.com/technology/bandwidth-and-content-delivery-network-for-internet-tv/3321/
http://www.rismaka.net/2011/02/mengenal-fungsi-cdn-content-delivery-network.html
http://www.serverpronto.com/content-delivery-network.php
http://en.wikipedia.org/wiki/Content_delivery_network
http://24ways.org/2008/using-google-app-engine-as-your-own-cdn/
http://coderjournal.com/2008/06/turn-google-app-engine-into-a-content-delivery-network-cdn/
http://bandungcamp.wordpress.com/2011/10/09/pengertian-dan-kegunaan-cdn-untuk-optimasi-website/
http://www.infragistics.com/products/aspnet/whatsnew/2010v2


ARTIKEL LAIN :