Senin, 03 Maret 2014

Konsep dan Definisi Perkawinan

  KONSEP dan DEFINISI PERKAWINAN

1.       Konsep dan Definisi Perkawinan menurut Undang-Undang (UU)

Pemerintah telah memiliki undang-undang tersendiri yang membahas mengenai konsep dan definisi perkawinan di Negara Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974.
Sebelum berlakunya Undang-Undang (UU) Perkawinan No.1 Tahun 1974, di Indonesia berlaku bermacam-macam hukum perkawinan. Bagi yang beragama Islam, hukum Islam secara resmi dikeluarkan pada tahun 1882 dengan Staadblad No. 152. Bagi yang beragama Kristen, UU perkawinan dikeluarkan pada tahun 1861 dengan Staadblad No. 38 yang berlaku khusus untuk perkawinan orang Maluku dengan orang Maluku asli atau dengan orang Eropa atau keturunannya.
Usaha untuk menyatukan atau menjadikan hukum perkawinan di Indonesia ini sudah dimulai sejak 1950-an. Pada tahun 1974 baru dapat dibentuk Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang ditulis dalam beberapa poin.
Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 , Bab syarat-syarat Perkawinan

Pasal 6 ayat (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.  
Pasal 7 ayat (1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.


2.       Konsep Perkawinan dalam Lingkup Demografi dan Kependudukan
Konsep perkawinan lebih difokuskan kepada keadaan dimana seorang laki-laki dan seorang perempuan hidup bersama dalam kurun waktu yang lama. Dalam hal ini hidup bersama dapat dikukuhkan dengan perkawinan yang syah sesuai dengan undang-undang atau peraturan hukum yang ada (perkawinan de jure) ataupun tanpa pengesahan perkawinan (de facto). Konsep ini dipakai terutama untuk mengkaitkan status perkawinan dengan dinamika penduduk terutama banyaknya kelahiran yang diakibatkan oleh panjang-pendeknya perkawinan atau hidup bersama ini. 
Norma dan adat di Indonesia menghendaki adanya pengesahan perkawinan secara agama maupun secara undang-undang. Tetapi untuk keperluan studi demografi, Badan Pusat Statistik mendefinisikan seseorang berstatus kawin apabila mereka terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan, baik yang tinggal bersama maupun terpisah, yang menikah secara sah maupun yang hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri (BPS, 2000).
Definisi luas tentang perkawinan ini digunakan oleh BPS karena dalam kenyataannya pada suatu masyarakat sering diketemukan banyak pasangan laki-laki dan perempuan yang hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah secara hukum. Seringkali hal ini disebabkan karena persyaratan perkawinan yang sah memberatkan kedua belah pihak yang hendak menikah, misalnya biaya perhelatan adat yang terlampau tinggi, tidak mampu membayar biaya memproses perkawinan yang syah atau biaya mahar yang tidak terjangkau oleh pasangan yang hendak menikah secara resmi.



DEFINISI USIA KAWIN PERTAMA
Usia kawin pertama adalah waktu pertama kali sepasang suami istri melakukan hubungan intim. Usia kawin pertama mempengaruhi jarak antar generasi, semakin muda usia kawin semakin pendek jarak usia ibu dan anak.
                Usia Kawin Pertama yang dilakukan oleh setiap wanita memiliki resiko terhadap persalinannya. Semakin muda usia kawin pertama seorang wanita, semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu maupun anak. Hal ini terjadi dikarenakan belum matangnya rahim wanita usia muda untuk memproduksi anak atau belum siapnya mental dalam berumah tangga. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia kawin pertama seorang wanita, semakin tinggi pula resiko yang dihadapi dalam masa kehamilan atau melahirkan. Hal ini terjadi karena semakin lemahnya kondisi fisik seorang wanita menjelang usia senja.

Menurut hasil SUPAS tahun 1995 terdapat 21,5 persen wanita di Indonesia yang perkawinan pertamanya dilakukan ketika mereka berumur kurang dari 17 tahun. Di daerah pedesaan dan perkotaan wanita yang melakukan perkawinan dibawah umur tercatat sebesar 24,4 persen dan 16,1 persen. Persentase wanita kawin usia muda cukup bervariasi antar Propinsi. Persentase Wanita kawin Usia Muda, persentase terendah terdapat pada Propinsi NTT (4,35%), Bali (4,54%) Sedangkan persentase terbesar terdapat pada Propinsi Jawa Timur (40,39%), Jawa Barat (39,6%) dan Kalimantan Selatan (37,5%).



  FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USIA KAWIN PERTAMA

• Interpretasi ajaran agama
Menurut agama Islam, hukum pernikahan pada dasarnya berbeda sesuai dengan kondisi orang yang akan melakukannya dan tujuan melakukannya. Artinya hukum nikah bisa wajib, sunnah, haram, mubah atau makruh.

• Tingkat pendidikan 
                Salah satu factor yang mempengaruhi Usia Kawin Pertama adalah tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi usia  pernikahan pertamanya. terutama bagi para wanita yang mempengaruhi tingkat fertilitas.

• Keadaan sosial budaya
                Semakin rendah tingkat sosialnya maka semakin rendah usia perkawinn dan tinggi tingkat fertilitasnya, begitu pula sebaliknya jika tingkat sosialnya semakin tinggi maka semakin tinggi usia perkawinan dan tingkat fertilitasnya semakin rendah.
                 Salah satu budaya di Indonesia, jika usia perkawinan seorang wanita rendah akan dianggap semakin baik, karena orang-orang menganggap jika semakin tua usia perkawinan pertamanya maka semakin “tidak laku”

• Terbukanya kesempatan kerja bagi wanita 
                Jika seorang wanita semakin tinggi karirnya maka semakin tinggi pula usia perkawinan pertamanya. Dan akan menghambat tingkat fertilitas.

• Kesehatan 
                Kesehatan mempengaruhi tingkat usia perkawinan pertama, karena jika seorang wanita mengalami kesehatan yang kurang baik, walaupun menikah di usia muda maka tingkat fertilitasnya rendah, diakibatkan adanya kesehatan rahim yang menghambat fertilitas.

• Ekonomi 
                 Masyarakat dengan status ekonomi lebih rendah, maka tingkat fertilias tinggi. Sebaliknya masyarakat dengan status ekonomi lebih tinggi maka tingkat fertilitasnya rendah. Karena, pada masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, menginginkan anaknya berkualitas.

• Kebebasan memilih pasangan 
                Seseorang bebas memilih pasangan sesuai keinginannya, semakin tinggi seseorang menuntut kesempurnaan untuk pasangannya maka semakin tinggi usia perkawinan pertamanya.



  AKIBAT USIA PERKAWINAN PERTAMA
               
Akibat Buruk Usia Kawin Pertama Muda
• Menimbulkan resiko tidak siapnya mental pelaku UKPM (Usia Kawin Pertama Muda) untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab.
• Rendahnya kualitas keluarga. Secara psikis, pelaku UKPM akan merasa tidak siap untuk menghadapi masalah sosial atau ekonomi rumah tangga, dan secara fisik, masa remaja yang kurang pas digunakan untuk mengandung dan melahirkan.
• Meningkatkan kemungkinan terjadinya tindakan kriminal oleh pelaku UKPM.
• Meningkatkan angka pengguguran janin secara tidak medis oleh pelaku UKPM sehingga resiko komplikasi aborsi pada pelaku akan meningkat pula.


Akibat Buruk Usia Kawin Pertama Tua

  • Meningkatkan resiko kematian ibu atau janin. Dikarenakan kesehatan ibu melemah.
  •  Di sebagian masyarakat jika seseorang usia perkawinan pertamanya tinggi terutama bagi wanita, menjadi bahan pembicaraan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar