KONSEP dan DEFINISI
PERKAWINAN
1. Konsep dan Definisi
Perkawinan menurut Undang-Undang (UU)
Pemerintah
telah memiliki undang-undang tersendiri yang membahas mengenai konsep dan
definisi perkawinan di Negara Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang
Perkawinan nomor 1 tahun 1974.
Sebelum berlakunya Undang-Undang (UU)
Perkawinan No.1 Tahun 1974, di Indonesia berlaku bermacam-macam hukum perkawinan.
Bagi yang beragama Islam, hukum Islam secara resmi dikeluarkan pada tahun 1882
dengan Staadblad No. 152. Bagi yang beragama Kristen, UU perkawinan dikeluarkan
pada tahun 1861 dengan Staadblad No. 38 yang berlaku khusus untuk perkawinan
orang Maluku dengan orang Maluku asli atau dengan orang Eropa atau keturunannya.
Usaha untuk
menyatukan atau menjadikan hukum perkawinan di Indonesia ini sudah dimulai
sejak 1950-an. Pada tahun 1974 baru dapat dibentuk Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 yang ditulis dalam beberapa poin.
Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Pada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 , Bab syarat-syarat Perkawinan
Pasal
6 ayat (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang
tua.
Pasal 7 ayat
(1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16
(enam belas) tahun.
2. Konsep Perkawinan dalam
Lingkup Demografi dan Kependudukan
Konsep perkawinan lebih difokuskan kepada keadaan dimana seorang laki-laki
dan seorang perempuan hidup bersama dalam kurun waktu yang lama. Dalam hal ini
hidup bersama dapat dikukuhkan dengan perkawinan yang syah sesuai dengan
undang-undang atau peraturan hukum yang ada (perkawinan de jure) ataupun
tanpa pengesahan perkawinan (de facto). Konsep ini dipakai terutama
untuk mengkaitkan status perkawinan dengan dinamika penduduk terutama banyaknya
kelahiran yang diakibatkan oleh panjang-pendeknya perkawinan atau hidup bersama
ini.
Norma dan adat di Indonesia menghendaki adanya
pengesahan perkawinan secara agama maupun secara undang-undang. Tetapi untuk
keperluan studi demografi, Badan Pusat Statistik mendefinisikan seseorang
berstatus kawin apabila mereka terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan,
baik yang tinggal bersama maupun terpisah, yang menikah secara sah maupun yang
hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami
istri (BPS, 2000).
Definisi luas tentang perkawinan ini digunakan oleh
BPS karena dalam kenyataannya pada suatu masyarakat sering diketemukan banyak
pasangan laki-laki dan perempuan yang hidup bersama tanpa ikatan perkawinan
yang sah secara hukum. Seringkali hal ini disebabkan karena persyaratan
perkawinan yang sah memberatkan kedua belah pihak yang hendak menikah, misalnya
biaya perhelatan adat yang terlampau tinggi, tidak mampu membayar biaya
memproses perkawinan yang syah atau biaya mahar yang tidak terjangkau oleh
pasangan yang hendak menikah secara resmi.
DEFINISI USIA KAWIN PERTAMA
Usia kawin pertama adalah waktu pertama
kali sepasang suami istri melakukan hubungan intim. Usia kawin pertama
mempengaruhi jarak antar generasi, semakin muda usia kawin semakin pendek jarak
usia ibu dan anak.
Usia Kawin Pertama yang dilakukan oleh setiap wanita memiliki resiko
terhadap persalinannya. Semakin muda usia kawin pertama seorang wanita, semakin
besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu maupun anak. Hal ini terjadi
dikarenakan belum matangnya rahim wanita usia muda untuk memproduksi anak atau
belum siapnya mental dalam berumah tangga. Demikian pula sebaliknya, semakin
tua usia kawin pertama seorang wanita, semakin tinggi pula resiko yang dihadapi
dalam masa kehamilan atau melahirkan. Hal ini terjadi karena semakin lemahnya
kondisi fisik seorang wanita menjelang usia senja.
Menurut hasil SUPAS tahun 1995 terdapat 21,5
persen wanita di Indonesia yang perkawinan pertamanya dilakukan ketika mereka
berumur kurang dari 17 tahun. Di daerah pedesaan dan perkotaan wanita yang
melakukan perkawinan dibawah umur tercatat sebesar 24,4 persen dan 16,1 persen.
Persentase wanita kawin usia muda cukup bervariasi antar Propinsi. Persentase
Wanita kawin Usia Muda, persentase terendah terdapat pada Propinsi NTT (4,35%),
Bali (4,54%) Sedangkan persentase terbesar terdapat pada Propinsi Jawa Timur
(40,39%), Jawa Barat (39,6%) dan Kalimantan Selatan (37,5%).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USIA KAWIN PERTAMA
•
Interpretasi ajaran agama
Menurut agama Islam, hukum pernikahan pada dasarnya berbeda sesuai
dengan kondisi orang yang akan melakukannya dan tujuan melakukannya. Artinya
hukum nikah bisa wajib,
sunnah, haram, mubah atau makruh.
•
Tingkat pendidikan
Salah satu factor yang mempengaruhi Usia Kawin Pertama adalah tingkat
pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi usia pernikahan pertamanya. terutama bagi para
wanita yang mempengaruhi tingkat fertilitas.
•
Keadaan sosial budaya
Semakin
rendah tingkat sosialnya maka semakin rendah usia perkawinn dan tinggi tingkat
fertilitasnya, begitu pula sebaliknya jika tingkat sosialnya semakin tinggi
maka semakin tinggi usia perkawinan dan tingkat fertilitasnya semakin rendah.
Salah
satu budaya di Indonesia, jika usia perkawinan seorang wanita rendah akan
dianggap semakin baik, karena orang-orang menganggap jika semakin tua usia
perkawinan pertamanya maka semakin “tidak laku”
•
Terbukanya kesempatan kerja bagi wanita
Jika
seorang wanita semakin tinggi karirnya maka semakin tinggi pula usia perkawinan
pertamanya. Dan akan menghambat tingkat fertilitas.
•
Kesehatan
Kesehatan
mempengaruhi tingkat usia perkawinan pertama, karena jika seorang wanita
mengalami kesehatan yang kurang baik, walaupun menikah di usia muda maka
tingkat fertilitasnya rendah, diakibatkan adanya kesehatan rahim yang
menghambat fertilitas.
•
Ekonomi
Masyarakat dengan status ekonomi lebih rendah,
maka tingkat fertilias tinggi. Sebaliknya masyarakat dengan status ekonomi
lebih tinggi maka tingkat fertilitasnya rendah. Karena, pada masyarakat yang
berstatus ekonomi tinggi, menginginkan anaknya berkualitas.
•
Kebebasan memilih pasangan
Seseorang bebas
memilih pasangan sesuai keinginannya, semakin tinggi seseorang menuntut
kesempurnaan untuk pasangannya maka semakin tinggi usia perkawinan pertamanya.
AKIBAT USIA PERKAWINAN PERTAMA
AKIBAT USIA PERKAWINAN PERTAMA
Akibat Buruk Usia Kawin Pertama Muda
• Menimbulkan resiko tidak siapnya mental pelaku UKPM (Usia Kawin
Pertama Muda) untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung
jawab.
• Rendahnya kualitas keluarga. Secara psikis, pelaku UKPM akan merasa
tidak siap untuk menghadapi masalah sosial atau ekonomi rumah tangga, dan
secara fisik, masa remaja yang kurang pas digunakan untuk mengandung dan
melahirkan.
• Meningkatkan
kemungkinan terjadinya tindakan kriminal oleh pelaku UKPM.
• Meningkatkan angka pengguguran janin secara tidak medis oleh pelaku
UKPM sehingga resiko komplikasi aborsi pada pelaku akan meningkat pula.
Akibat Buruk Usia Kawin Pertama Tua
Akibat Buruk Usia Kawin Pertama Tua
- Meningkatkan resiko kematian ibu atau janin. Dikarenakan kesehatan ibu melemah.
- Di sebagian masyarakat jika seseorang usia perkawinan pertamanya tinggi terutama bagi wanita, menjadi bahan pembicaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar